SUMENEP – Pernyataan Ketua DPC Partai Demokrat Sumenep, Indra Wahyudi, menuai sorotan publik setelah mengunggah sebuah video di status WhatsApp pribadinya bertepatan dengan Hari Santri, Rabu (22/10/2025).
Dalam video tersebut, terlihat seorang pengasuh pesantren menaburkan uang kepada santri putra dan putri dengan disertai tulisan “Raja dan Budak”. Unggahan itu menjadi kontroversi setelah Indra menuliskan caption, “Kalau caranya begini ke santri, baru saya sependapat ini cara yang feodal.”
Pernyataan itu sontak memantik reaksi dari berbagai kalangan, termasuk akademisi muda. Salah satunya datang dari Amel Yuni, mahasiswa Universitas Bahaudin Mudhary (UNIBA) Sumenep jurusan Manajemen, yang memberikan bantahan terhadap pandangan Indra.
Menurut Amel, penyamaan sistem pesantren dengan feodalisme adalah pandangan yang tidak tepat dan berpotensi menyesatkan publik. Ia menegaskan bahwa pesantren tidak lahir dari sistem bangsawan, melainkan dari rakyat biasa yang memiliki keilmuan dan akhlak tinggi.
“Hubungan antara kiai dan santri bukanlah hubungan raja dan budak, tetapi hubungan spiritual yang didasari cinta, penghormatan, dan keikhlasan,” ujar Amel saat dimintai tanggapan, Kamis (23/10/2025).
Ia menjelaskan, tradisi pesantren sejatinya anti-feodal karena menolak sistem kasta dan keturunan, menjunjung tinggi kesetaraan serta keilmuan. Di dalamnya, santri justru diajarkan untuk berpikir kritis dan beretika, bukan tunduk secara membabi buta.
“Menilai pesantren sebagai lembaga feodal sama saja mengabaikan sejarahnya sebagai pusat pemberdayaan rakyat. Nilai-nilai yang dijunjung tinggi di pesantren adalah moralitas, kesederhanaan, dan keikhlasan, bukan status sosial,” tegasnya.
Amel juga mengimbau agar publik, terutama tokoh politik, lebih berhati-hati dalam menilai dan mengomentari dunia pesantren. Menurutnya, pesantren merupakan benteng moral bangsa yang seharusnya dihormati, bukan disalahpahami.
“Pesantren justru tempat membentuk karakter mandiri, kritis, dan egaliter. Menyamakan pesantren dengan sistem feodal adalah bentuk kekeliruan berpikir,” pungkasnya.
0 Komentar